Oleh : Suwanto
Miris jika melihat data Rapor Pendidikan 2023 yang menunjukkan bahwa skor iklim keamanan sekolah pada jenjang SMP/MTs/sederajat turun menjadi 65,29 dari tahun sebelumnya 68,25. Pun demikian, di jenjang SMA/SMK/MA/sederajat turun menjadi 66,87 dari tahun sebelumnya 71,96. Sedangkan di jenjang SD/MI/sederajat skornya naik tipis 68,18 dari tahun sebelumnya 66,57 (Jawa Pos, 29/9/2023).
Menurunnya skor iklim kemanan sekolah ini tentu menjadi indikasi buruk, yang menandakan tingginya angka kekerasan di sekolah, kasus seperti bullying atau intoleran makin masif terjadi .seperti yang kita ketahui berita mengenai kasus bullying dan intoleran ini terus mencuat seiring viralnya di media sosial, dan kadang terkesan seolah lambat dalam pencegahan maupun penanganannya.
Jika kita lihat kasus kekerasan seperti bullying dan intoleran ini bagaikan fenomena gunung es ,meskipun sudah ada peraturan dari kemendikbudristek yang dituangkan dalam permendikbudristek No 46 tahun 2003, namun secara realisasinya masih belum terlihat impact yang nyata dari peraturan tersebut.
Upaya untuk menciptkan lingkungan Pendidikan yang ramah bebas perundungan tidak hanya diperlukan langkah sistemik namun harus memperhatikan aspek struktural maupun kultural sehingga dapat membentuk pola dan strategi dalam pencegahan maupun penanganannya.
Geng sekolah dan budaya senioritas
Dalam beberapa Kasus perundungan yang terjadi Dewasa ini Dapat disebabkan beberapa faktor bisa jadi karena dulu pelaku perundungan juga pernah mengalami tindakan yang sama oleh seniornya.
Demikian pula tayangan dari media sosial dan televisi yang kurang mendidik, Sinetron dan konten yang berlatar sekolah atau ruang lingkup Pendidikan terkadang mengangkat cerita yang sama sekali tidak mencerminkan Pendidikan di indonesia, munculnya geng sekolah,dan fenomena senioritas yang kental dengan nuansa kekerasan dinilai dapat memepengaruhi psikologis dan menimbulkan efek kecendrungan pada anak untuk mengikutinya.
Sudah saatnya, sistem sensor di Indonesia diperketat. Jangan sampai hanya lantaran mendongkrak rating, kita korbankan generasi anak bangsa. Tayangan-tayangan khusus anak yang berbau kekerasan harus diperhatikan agar tidak lulus sensor.
Pendidikan karakter dan penguatan identitas melalui budaya
Stop Bullying menjadi salah satu tema yang diusung dalam Kurikulum Merdeka dengan Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Proyek P5 dan Profil Pelajar Rahmatan lil alamin tersebut seharusnya tidak hanya menyentuh dimensi pengetahuan (knowing) saja. Namun juga memerlukan perbuatan (action) yang dilakukan secara nyata (real) dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus dan membudaya.
Dengan ini pemahaman nilai-nilai kebangsaan dan kearifan lokal sebagai budaya di ruang lingkup pendidikan diharapkan mampu menciptakan ekosistem pendidikan yang damai , toleran dan bebas dari perundungan
Semua itu dapat berjalan dengan optimal tentunya ketika konsep pendidikan karakter tidak hanya dijalankan secara parsial, namun adanya integrasi baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan juga masyarakat. Dengan itu harapannya kekerasan di ruang lingkup pendidikan bisa diatasi, sehingga kedepan pendidikan nasional kita semakin maju, semoga.
Penulis adalah Pengajar di Pondok Dompet Dhuafa Jogja dan Madrasah Aliyah Ali Maksum , PP Krapyak Yogyakarta, pemenang Lomba menulis Opini Tema ” Nasib Pendidikan di Indonesia”.