oleh : Husna mahmudah

Pemahaman penting yang manjadi salah satu pembahasan dalam seminar Internasional yang diselenggarakan oleh UII tentang post Islamisme, adalah pengertian baru tentang Islam, pemahaman mengenai konsep Islam yang tidak hanya dipandang sebagai doktrin personal, tetapi juga sebagai solusi untuk berbagai masalah sosial dan politik.

Islam bukan hanya mengatur kehidupan individu, tetapi juga memberikan arahan dalam tata kelola pemerintahan, etika sosial, dan hubungan antar umat manusia.

Selaras dengan Konsep Islam Rahmatal Lil ‘Alamin, yang mengenalkan bahwa ajaran agama Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW., bukan hanya memiliki dimensi spiritual yang berkaitan dengan hubungan hamba kepada Allah, tetapi juga menyentuh aspek sosial, budaya, dan lingkungan. Akar kata “Islam” sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu “salama,” yang berarti kedamaian, keselamatan, ketentraman, dan kesejahteraan. Dengan demikian, Islam bukanlah agama yang mengajarkan kekerasan atau permusuhan, melainkan kedamaian dan kesejahteraan bagi umat manusia dan seluruh alam semesta.

Hal tersebut harus dipahami oleh seluruh umat Islam, bahwa sudah menjadi keharusan bagi umat Islam untuk menyampaikan nilai-nilai yang ada dalam Islam kepada siapapun tanpa melihat latar belakang agama, ras, suku, maupun strata sosial, selaras dengan cara yang dilakukan oleh Said Nursi, dalam menyampaikan ajaran Islam beliau tidak memaksa umat tertentu untuk masuk agama Islam. Namun, menginspirasi orang untuk suka terhadap nilai-nilai yang ada dalam Islam. (Seminar Internasional. 2024)

Menelaah Referensi Klasik dan Relevansinya

Pembahasan lebih lanjut yaitu mengenai refrensi pengetahuan, sering kali generasi hari ini terlena dengan literatur-litertur terbaru menyebabkan generasi hari ini tidak tertarik untuk membuka kembali literatur klasik.

Padahal banyak sekali literatur klasik yang menyimpan solusi-solusi dalam menyelesaikan persoalan yang kita hadapi saat ini. Seperti literatur karya Al-Mawardi (972–1058)  yang berjudul “Al-Ahkam al-Sultaniyya”  Literatur tersebut adalah salah satu karya utama dalam bidang ilmu politik Islam yang membahas tentang prinsip-prinsip tata pemerintahan, hubungan antara pemimpin dan rakyat, serta kewajiban pemimpin dalam menjalankan negara dengan adil.

Al-Mawardi menekankan pentingnya keadilan dalam pemerintahan dan tanggung jawab penguasa terhadap kesejahteraan rakyatnya, prinsip yang masih sangat relevan dengan politik modern.

Oleh karena itu, para peserta diingatkan untuk tidak hanya terbuka terhadap pemikiran baru, tetapi juga menggali lebih dalam pemikiran-pemikiran klasik yang sudah terbukti relevansinya sepanjang sejarah.

Prinsip-Prinsip Islam dalam Pemerintahan

Islam sebenarnya tidak memiliki sistem pemerintahan yang benar-benar tepat untuk dapat diadopsi. Namun, prinsip-prinsip Islam harus diterapkan dalam tata kelola pemerintahan, seperti keimanan, musyawarah, keadilan, dan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan).

Sebagaimana prinsip musyawarah yang diterapkan Oleh Gus Dur pada saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, keputusan yang mencerminkan prinsip musyawarah adalah peran Gus Dur dalam membangun hubungan dengan berbagai elemen masyarakat untuk mengatasi persoalan Timor Timur. Meskipun ia tidak langsung mengambil keputusan tanpa diskusi, musyawarah yang melibatkan banyak pihak dilakukan agar tercapai keputusan yang adil.(“Abdurrahman Wahid: Gus Dur, Cendekiawan dan Pemimpin Bangsa” 2004.)

 

Penyakit Umat Islam dan Solusinya

Hasbi Sen (Da’i Penerjemah dan editor pembina di yayasan Nur Semesta), dalam seminar menyampaikan teklrkaitt penyakit-penyakit yang menghambat kemajuan umat Islam, serta solusi-solusinya.

Penyakit pertama adalah keputusasaan, yang dapat diatasi dengan harapan. Kedua, matinya kejujuran yang bisa disembuhkan dengan kejujuran itu sendiri. Ketiga, permusuhan yang terjadi di kalangan umat Islam bisa diselesaikan dengan cinta kasih. Keempat, kurangnya ikatan yang menyatukan umat dapat diatasi dengan memperkuat persatuan. Kelima, despotisme atau kepemimpinan otoriter dapat dilawan dengan musyawarah. Terakhir, mementingkan kepentingan pribadi harus digantikan dengan kesadaran akan pentingnya hidup sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.

Selaras dengan pemikiran Quraish Shihab tentang kepemimpinan dalam Islam sangat berfokus pada konsep mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya. Menurut Quraish Shihab, kepemimpinan dalam Islam bukanlah tentang memperoleh kekuasaan untuk kepentingan pribadi, melainkan sebuah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat. (Quraish Shihab, Lentera Hati, 2009)

Hal tersebut sesuai dengan solusi yang bisa diterapkan agar penyakit dalam bentuk mendahulukan kepentingan pribadi yang menghambat kemajuan umat Islam.