LITERASI dalam arti paling sederhana, adalah kemampuan membaca dan menulis. Tapi bagiku, literasi jauh lebih dalam dari sekadar kemampuan teknis. Literasi adalah pintu yang membuka pandangan baru, memperkenalkan ide-ide yang sebelumnya asing, dan mengantarkanku pada kesadaran yang lebih mendalam akan dunia dan diri sendiri. Ada sebuah titik di mana aku sadar bahwa literasi bukan hanya soal membaca kata, tetapi juga membaca makna di balik setiap peristiwa, pemikiran, bahkan setiap emosi yang kita alami.
Awalnya, aku berpikir literasi hanya tentang menambah pengetahuan. Buku-buku yang kubaca seperti semacam kamus berjalan, berisi fakta dan informasi yang perlu aku serap. Namun, seiring waktu, aku menyadari bahwa literasi lebih dari itu. Literasi menyadarkanku bahwa setiap karya yang kubaca membawa cerita unik dari sudut pandang yang berbeda. Dari sini, aku mulai memahami bahwa perspektif seseorang dibentuk oleh pengalaman, nilai, dan budaya yang melingkupinya. Literasi bukan hanya soal mengumpulkan fakta, tetapi tentang memahami keanekaragaman pandangan yang ada di dunia.
Aku juga menyadari bahwa literasi membuka mata pada kenyataan yang kadang luput dari perhatian sehari-hari. Literasi membuatku menyadari betapa kompleksnya masyarakat, bagaimana setiap individu membawa beban dan harapannya masing-masing. Bacaan-bacaan yang menyoroti isu-isu sosial, kemiskinan, ketidakadilan, dan perjuangan hak-hak asasi manusia mengajarkanku untuk lebih peka terhadap orang-orang di sekitarku. Literatur juga mengajarkanku empati; ketika aku membaca kisah orang lain, aku merasakan sebagian dari pergulatan mereka.
Namun, yang paling penting adalah bagaimana literasi menyadarkanku akan potensi diri. Melalui membaca, aku menemukan kekuatan dalam kata-kata, baik untuk menginspirasi maupun untuk menggerakkan. Literasi membuka kesadaran bahwa setiap orang memiliki suara yang layak untuk didengar, termasuk aku sendiri. Literasi menanamkan rasa percaya diri untuk berbicara, menulis, dan bahkan mengambil peran aktif dalam lingkungan. Aku mulai mengerti bahwa dalam setiap kalimat yang kita tulis, dalam setiap pemikiran yang kita sampaikan, kita bisa menyumbang sesuatu untuk perubahan.
Sebuah kutipan dari tokoh besar, yang mengatakan bahwa “buku adalah jendela dunia,” mengingatkanku pada esensi literasi ini. Buku memang adalah jendela, tetapi mata yang menatap jendela itulah yang menentukan apa yang akan dilihat dan bagaimana pandangan itu akan mengubah kita. Literasi adalah alat, tapi cara kita menggunakannya yang membuatnya bermakna.
Melalui literasi, aku belajar untuk melihat lebih luas dan berpikir lebih mendalam. Literasi mengajarkanku untuk bersikap kritis tanpa harus menjadi sinis, untuk terbuka tanpa kehilangan prinsip. Singkatnya, literasi adalah perjalanan yang menyadarkanku akan siapa diriku dan bagaimana aku bisa berkontribusi di dunia. Dan ini adalah perjalanan yang aku rasa masih akan terus berlanjut, karena literasi adalah jalan yang tak ada ujungnya.